Pages

Sunday, May 21, 2023

Kisah Nadiem & Tukang Ojek

Kisah Nadiem & Tukang Ojek: Dulu Disayang, Kini...

Nadiem Anwar Makarim adalah satu dari sedikit orang Indonesia yang punya keistimewaan berlapis. Dia punya dua kombinasi sempurna untuk melangkah ke depan.

Pertama, dia lahir dari keluarga terpandang yang membuatnya cukup "berada". Bapaknya, Nono Anwar Makarim, adalah pengacara ternama Indonesia. Berbagai kasus hukum di tingkat nasional dan internasional sukses ditanganinya.

Barangkali tanpa aspek kedua ini semua langkahnya akan sia-sia. Ya, dia punya otak cerdas. 

Dalam kurun 2002 sampai 2006, Nadiem menimba studi di Amerika Serikat. Dia menyelasaikan kuliah sarjana di Brown University lalu lanjut lagi kuliah pascasarjana di Harvard Business School. Setelah rangkaian kuliahnya selesai, dia pulang kampung dan langsung bekerja di firma konsultasi global, McKinsey selama tiga tahun hingga 2009.

Kedatangannya di Indonesia inilah menjadi titik balik perjalanan karir Nadiem. Kepada almamaternya Harvard Business School, Nadiem cerita kalau dia sebal dan kesal dengan situasi jalanan Jakarta. Kemacetan membuat mobilitas Nadiem, dan juga jutaan orang lain, sangat terhambat. Dia rugi waktu dan uang.

Meski perusahaan tempatnya bekerja menyediakan mobil dan supir, tetap saja dia ogah memanfaatkannya karena alasan tersebut. Alhasil, dia memilih tukang ojek, yang berdiam diri di bawah pohon, sebagai sahabat perjalanannya sehari-hari untuk menembus kemacetan Jakarta.  

Namun, di sisi lain dia merasa heran melihat tukang ojek yang mangkal di pangkalan.

"Tujuh puluh lima persen waktu kerja mereka hanya berdiam diri, sangat tidak efisien," kata Nadiem dalam acara New City Summit Jakarta 2015 lalu.

Alhasil, dia punya ide cemerlang: layanan call center untuk memanggil tukang ojek. Jadi, tukang ojek tidak lagi hanya bengong, ngobrol, dan ngopi sembari menunggu penumpang. Mereka harus 'jemput bola' berdasarkan order pengguna.

Layanan itu kemudian diwujudkan dalam perusahaan rintisan (startup) bernama Go-Jek pada 12 Oktober 2010. Nadiem tak sendiri mendirikan ini. Ada Kevin Aluwi dan Michaelangelo Moran yang ikut serta.

Awalnya, Go-Jek hanya memiliki 20 mitra pengemudi. Pemasarannya pun dari mulut ke mulut, dan tersebar di teman dan saudara Nadiem. Namun, setahun kemudian Nadiem mulai meniru layanan serupa asal AS, yakni Uber. Go-Jek pun mulai mengembangkan aplikasi dan inilah awal perjalanannya.

"Hampir dalam semalam, Go-Jek merombak citra ojek rendahan. Jika sebelumnya dipandang sangat tidak aman, kini tidak lagi demikian. Go-Jek membawa tukang ojek menjadi sangat profesional," tulis Jeffrey Hutton di Harvard Business School.

Beruntung bagi Nadiem karena saat mendirikan Go-Jek dibantu oleh kebangkitan perusahaan rintisan, perkembangan pesat internet, dan bobroknya aturan kendaraan bermotor di Indonesia. 

Tahun 2015 adalah titik balik bagi Go-Jek dan Nadiem. Sebab, di tahun itu perusahannya dapat investasi besar dan mulai mengembangkan tiga layanan utama, yakni GoRide, GoSend, dan GoMart, hingga menarik minat publik.

Masyarakat ramai-ramai menggunakan Go-Jek. Begitu pula tukang ojek pangkalan yang beralih menjadi mitra Go-Jek karena dinilai mampu mendongkrak penghasilan.

Litbang Kompas sendiri pernah menyebut bahwa pada 2014 pendapatan mitra Go-Jek mencapai Rp 10,94 juta. Tentu bagi tukang ojek ini hal menggiurkan. 

Namun, sekarang situasi berbeda. Nadiem kini tak lagi memegang komando di Go-Jek usai dilantik jadi Mendikbud pada 2019. Sedangkan mitra pengemudi pun hidup sulit. 

Berdasarkan pemberitaan CNBC Indonesia (5/4/2023), pengemudi ojek online, termasuk di dalamnya mitra Go-Jek, mulai mengalami penurunan antusias. Penyebabnya karena aplikasi ride hailing melakukan potongan lebih dari 20%. Karena inilah para mitra pengemudi tak lagi melihatnya sebagai profesi menjanjikan. Alhasil mereka pun beralih-alih pindah profesi.

Hal ini menjadi ironi. Jika dulu Nadiem dan perusahannya menjadikan mitra driver sebagai sahabat, maka kini tidak lagi demikian. Perusahaan yang didirikannya sendiri, justru berupaya 'menendang' mitranya.


Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/market/20230503063903-17-433884/kisah-nadiem-tukang-ojek-dulu-disayang-kini

Sunday, May 14, 2023

Linda Yaccarino, CEO Baru Twitter

Elon Musk Umumkan Linda Yaccarino Sebagai CEO Baru Twitter

Sabtu, 13 Mei 2023

Elon Musk pemilik Twitter, pada Jumat (12/5/2023), mengumumkan penunjukan Linda Yaccarino mantan eksekutif penjualan periklanan NBC Universal sebagai CEO baru Twitter.

Musk yang juga CEO Tesla dan SpaceX mengumumkan penunjukan Yaccarino melalui cuitan Twitternya. Dia mengatkakan CEO baru itu akan fokus pada operasi bisnis, sedangkan Musk sendiri akan fokus pada desain produk dan teknologi baru.

Dia juga menegaskan kembali rencananya untuk mengubah Twitter menjadi “X, aplikasi segalanya”.

Melansir laporan Antara mengutip Xinhua, Sabtu (13/5/2023), orang terkaya di dunia itu mengakuisisi platform media sosial tersebut seharga 44 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp14.722) tahun lalu.

Perusahaan itu digabungkan kembali menjadi X Corp pada bulan lalu, dan tidak lagi berdiri sebagai perusahaan terpisah, meski masih menggunakan nama merek awal.

Musk sebelumnya mengatakan dia sedang mencari CEO baru dan mengadakan jajak pendapat di Twitter, di mana sebagian besar pemilih mengatakan Musk harus mengundurkan diri. (ant/bil/ipg)

https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2023/elon-musk-umumkan-linda-yaccarino-sebagai-ceo-baru-twitter/


Jadi CEO baru Twitter, Linda Yaccarino Akui Tak Sabar Lakukan Transformasi

Senin, 15 Mei 2023

Linda Yaccarino CEO Twitter yang baru mengaku tak sabar melakukan transformasi, demi menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi perusahaan. Dia mengungkapkan terinspirasi oleh visi Elon Musk selaku pemilik Twitter.

“Saya sudah lama terinspirasi oleh visi (Musk) untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah. Saya senang membantu membawa visi ini ke Twitter dan mentransformasikan bisnis ini bersama-sama,” kata Yaccarino dalam cuitannya, Sabtu (14/5/2023) lalu waktu setempat.

Dilaporkan Antara mengutip Reuters Senin (15/5/2023), di Twitter, Yaccarino menyatakan berkomitmen untuk masa depan platform media sosial tersebut. Ia juga menekankan betapa pentingnya umpan balik dari para pengguna untuk membangun Twitter 2.0.

Mantan kepala periklanan untuk Comcast Corp’s NBCUniversal itu juga akan mencoba membalikkan penurunan pendapatan iklan.

Diketahui bahwa sejak Musk mengakuisisi Twitter, pengiklan meninggalkan platform tersebut karena kekhawatiran iklan akan muncul di konten yang tidak pantas. Musk pun pada awal tahun ini pun telah mengakui bahwa Twitter mengalami penurunan besar dalam pendapatan iklan.

Dengan ditunjuknya Linda Yaccarino sebagai CEO Twitter yang baru, menurut laporan Reuters sebelumnya, Jumat (12/5/2023) lalu, para analis mengatakan Elon Musk tampaknya akan lebih fokus pada Tesla.

Sejak Musk membeli Twitter, para investor khawatir dia tidak dapat memberikan perhatian penuh kepada Tesla. Saham Tesla diketahui mengalami tahun terburuknya pada 2022.

“Ini adalah langkah positif bagi pemegang saham Tesla karena dia kemungkinan akan menghabiskan lebih banyak waktu di Tesla,” kata Gene Munster, Managing Partner di Deepwater Asset Management. (ant/bil)

https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2023/jadi-ceo-baru-twitter-linda-yaccarino-akui-tak-sabar-lakukan-transformasi/

Monday, May 8, 2023

Achmad Zaky Pendiri Bukalapak

Gagal Jualan Mie Ayam Bangun Startup, Kini Berharta Rp 1,1 T

02 May 2023

Kisah sukses para pendiri startup selalu menarik untuk dibahas. Salah satunya Achmad Zaky, pendiri Bukalapak yang kini menjadi salah satu e-commerce besar di Indonesia.

Perjalanan Zaky untuk meraih sukses seperti sekarang tidaklah mudah. Zaky bercerita untuk bisa mencapai sukses seperti sekarang kerja keras, kemauan dan tekad yang kuat. Sebelum berhasil membuat e-commerce, Zaky pernah mencoba membuka usaha kuliner mie ayam ketika kuliah.

Pria 32 tahun itu menghabiskan uang tabungannya untuk berjualan mie ayam namun sayang berakhir bangkrut. Belajar dari pengalaman tersebut, Zaky justru bisa membangun bisnis yang besar.

"Kalau kita dalam kondisi nggak baik Tuhan lagi nyiapin sesuatu yang baik buat kita. Saya pernah coba (bisnis) dan gagal waktu nyoba jual mie ayam tapi saya justru pengen gagal lagi. Kenapa? Karena kegagalan itu adalah suatu proses yang sangat dahsyat dan selalu tergores di kepala," papar Zaky dalam acara InnoCreativation di Surabaya, beberapa tahun silam.

Selain itu, Zaky juga pernah merasakan yang namanya rendah diri saat pindah ke Bandung. Pria lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu mengaku malu karena tak bisa bahasa Inggris. Bahkan ia sempat stres.

Zaky juga sempat takut untuk ikut berorganisasi karena kurang percaya diri. Namun setelah dilawan rasa takut tersebut, ia merasakan pengalaman yang berbeda.

"Saya datang dari Sragen sempat shock pas waktu datang ke ITB semua orang percaya diri dan pintar bahasa Inggris. Saya sempat stres. Tapi ternyata setelah kita coba ketakutan itu nggak ada," ungkapnya.

Kini, suksesnya perusahaan rintisan atau startup, tentu juga akan ikut berdampak pada nilai aset para pendirinya.

Harga saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) ditutup Rp 238 per saham pada Jumat (28/4). Nilai Zaky sebagai pendiri Bukalapak pun juga ikut terpengaruh.

Berdasarkan prospektus initial public offering (IPO), Achmad Zaky Syaifudin memiliki sebanyak 4.452.515.674 unit saham atau setara 4,32% setelah IPO. Artinya, jika Zaky tidak menjual saham miliknya atau menambah kepemilikannya, saham Zaky di Bukalapak kini bernilai sekitar Rp1,1 triliun.


Sumber :

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20230502151401-37-433761/gagal-jualan-mie-ayam-bangun-startup-kini-berharta-rp-11-t

Thursday, January 20, 2022

Bruno Tjahjono

PT Planet Selancar Mandiri (Planet Surf) | Mr Bruno Tjahjono

Both foreign investors and local companies are perhaps assessing each other extensively to find the best possible synergy as well as the best prospective partner. This is also important for us; to find the right counterparts as opposed to engaging with all of them.

Planet Surf is a leading surf equipment retailer in Indonesia having established many outlets throughout Indonesia since the company’s inception in 1996. What more can you tell us about Planet Surf and its main strategies going forward?

The idea for Planet Surf was conceived during my visit to Bali. At the time, Bali was the surfing Mecca of Indonesia where all businesses related to the sport were centred. The vibrant commercial activities, however, were nowhere to be found outside of the province, including in Java or the country’s other regions. The industry was basically confined to the island and no expansions beyond it were carried out by the businesses there. After a protracted process, I eventually reached the decision to open a store in Central Java. However, I encountered a setback in that the population was not accustomed to wearing board shorts. As such, I further concluded that steps to educate the masses were needed, including in creating brand awareness as Planet Surf was relatively unknown. We managed to do this by showcasing a unique style through our stores to suggest that a new trend is taking place.

Furthermore, we also held various events to attract attention, one of which was a skateboarding competition. The decision to hold this particular extreme sport instead of surfing was due to the fact that people in Java were still unfamiliar with surfing, Kelly Slater, or any of the sport’s icons. Our image in connection to skateboarding became so prominent that Planet Surf began to sponsor local athletes to participate in international extreme games. Planet Surf’s current expansion is already far-reaching with outlets in smaller cities throughout the country, hence we have acquired somewhat of an expertise with regards to the domestic market; even making excellent sales in religiously-conservative regions such as the city of Banda Aceh.


Indonesia’s retail sector has experienced tremendous growth in the last decade, but 2015 has seen a significant decline following on from the country’s economic slowdown. What is your outlook for the industry?

As a businessman, I acknowledge that a company and the economy will have its ups and downs. As such, what has always been my philosophy is for us to strengthen ourselves during difficult times so that we can pick up when the situation reverses; the rest is natural selection. I also have complete confidence in President Joko Widodo. As long as political and economic stability in Indonesia are maintained, I expect him to succeed in accelerating the country’s growth. I am also optimistic that Indonesia’s middle class will flourish as a result. My hopes are founded on his many plans, one of which is infrastructure development. It, of course, will need time to come about, but that is perfectly understandable.


Planet Surf has extended its business arm to the property and hospitality sector by opening multiple hotels. What more can you tell us about this strategy?

I saw the property sector as a viable area we can expand into. Indonesia’s property sector in particular offers a degree of ease in carrying out property development activities compared to other countries. Our latest project is to open a hotel in the city of Singkawang, West Kalimantan.


What are Planet Surf’s priorities with regards to future innovation for its products?

When it comes to thinking up our next innovation, we typically start from a simple idea and draw upon our self-belief to develop it into something bigger. It will involve a concept that is different yet well-calculated to make sure that our investment is well-rewarded.

Foreign investors have been quite active in both the retail sector and the property sector. How are you positioned towards working with international firms?

We already have extensive experience in engaging companies from abroad. Among them, Planet Surf is currently in a partnership with Channel Islands Surfboards through a factory in Bali. It is one of the foremost surf brands in the world which has moved its production to the island. We will subsequently export the output to markets throughout the world. We are also distributing Electric sunglasses, a brand which has been acquired by a group that also distributes world renowned brands such as Gucci. The parent company has approached us for a prospective joint venture in Indonesia. Overall, we are open to all possibilities of cooperation.


What is your message and final thought that you would like to share with our readers?

There is certainly a high interest from foreign firms towards Indonesia. In this respect, both foreign investors and local companies are assessing each other extensively to find the best possible synergy as well as the best prospective partner. This is also important for us; to find the right counterparts as opposed to engaging with all of them.


Sumber :

http://www.gbgindonesia.com/en/services/directory/2015/pt_planet_selancar_mandiri_planet_surf/interview.php

Wednesday, December 22, 2021

Vice President vs COO

Mengenal Perbedaan Vice President dengan COO dalam Sebuah Perusahaan

Vice President (VP)

Setiap individu yang bekerja di sebuah perusahaan pasti memiliki tugas serta tanggung jawabnya masing-masing. Dan masing-masing dari setiap tugas nya itu memiliki istilah tersendiri di perusahaan. Semisal istilah vice president, tentu bagi mereka yang bekerja di sebuah perusahaan sudah faham dan tidak asing dengan ini. 

Vice president merupakan posisi tertinggi di dalam struktur organisasi yang memiliki wewenang untuk mengambil kebijakan yang bersifat strategis, mengarahkan, dan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang dilaksanakan di perusahaan, selain itu vice president pun berperan dalam pertanggungjawabannya terhadap keberlangsunagan usaha dan kepada owner perusahaan. 

Juga sebagai controler dan evaluator atas pengembangan bisnis.Vice President juga bertugas untuk memelihara hubungan yang baik dengan karyawan dan dengan aparat setempat serta masyarakat sekitar perusahaan. Vice president bisa dikatakan memiliki peran yang penting untuk keberlangsungan perusahaan.


Chief Operating Officer (COO)

COO merupakan singkatan dari Chief Operating Officer yang merupakan wakil direktur yang berperan dalam memimpin divisi operasional internal perusahaan. Di setiap perusahaan pasti memiliki jajaran eksekutif nya yang akan mengatur arah jalannya sebuah perusahaan, dan COO termasuk ke dalam jajaran eksekutif tersebut dibawah pimpinan seorang CEO.  

Peran COO dalam perusahaan sangat besar karena perannya memimpin operasional perusahaan sehingga perusahaan dapat berjalan dengan baik. Namun peran COO bermacam-macam tergantung dari bagaimana model bisnis suatu perusahaan tersebut. COO lebih akarab di dengar sebagai Direktur Operasional karena perannya yang mengurusi sistem operasional sebuah perusahaan.


Sumber :

http://binakarir.com/mengenal-perbedaan-vice-president-dengan-coo-dalam-sebuah-perusahaan/

https://slideplayer.info/slide/4123197/

Sunday, December 5, 2021

Parag Agrawal

Parag Agrawal di Ajmer, Rajasthan, India pada tanggal 21 Mei 1984 adalah seorang CTO atau eksekutif teknologi India-Amerika, dan CEO atau chief executive officer Twitter sejak November 2021. Agrawal bergabung dengan Twitter sebagai insinyur perangkat lunak pada 2011 dan menjadi chief technology officer pada 2017. 

Pada 29 November 2021, Jack Dorsey mengumumkan bahwa ia mengundurkan diri sebagai CEO Twitter dan bahwa Agrawal akan menggantikannya segera.

Ayahnya adalah seorang pejabat senior di Departemen Energi Atom India dan ibunya adalah seorang pensiunan guru sekolah. Ia menempuh pendidikan di Atomic Energy Central School No.4. Dia adalah teman sekelas penyanyi Shreya Ghoshal. 

Agrawal memenangkan medali emas di Olimpiade Fisika Internasional 2001 yang diadakan di Turki. Dia memperoleh peringkat ke-77 dalam Ujian Masuk Bersama IIT pada tahun 2000, dan Agrawal memperoleh gelar B.Tech-nya. gelar dalam ilmu komputer dan teknik dari IIT Bombay pada tahun 2005.

Agrawal kemudian pindah ke Amerika Serikat untuk mengejar gelar PhD di bidang ilmu komputer dari Universitas Stanford di bawah bimbingan Jennifer Widom.

Agrawal adalah CEO India paling terkemuka dari sebuah perusahaan media sosial Amerika yang secara sukarela menjadi tuan rumah bagi Taliban dan Ayatollah, dengan Free Press Journal secara tegas menyatakan, "Twitter mengizinkan karakter kontroversial lainnya seperti Ayatollah Ali Khameini dari Iran dan organisasi seperti Taliban untuk menggunakan layanannya."

Dalam sebuah wawancara dengan MIT Technology Review pada November 2020, ketika ditanya tentang kebebasan berbicara, Agrawal mengatakan: "Peran kami tidak terikat oleh Amandemen Pertama, tetapi peran kami adalah melayani percakapan publik yang sehat... kebebasan berbicara, tetapi memikirkan bagaimana waktu telah berubah."

Pada tanggal 29 November 2021, CEO Twitter Jack Dorsey mengumumkan bahwa ia mengundurkan diri dari Twitter dan bahwa Agrawal akan menjadi CEO baru perusahaan. 

Setelah pengumuman tersebut, Agrawal menghadapi kritik dari kaum konservatif untuk tweet tahun 2010 yang berbunyi, "Jika mereka tidak akan membuat perbedaan antara Muslim dan ekstremis, lalu mengapa saya harus membedakan antara orang kulit putih dan rasis." Agrawal mengklaim mengutipnya. Aasif Mandvi dalam sebuah cerita di The Daily Show.

Parag memegang posisi kepemimpinan di Microsoft Research dan Yahoo! Penelitian sebelum bergabung dengan Twitter sebagai insinyur perangkat lunak pada tahun 2011. Pada Oktober 2017, Twitter mengumumkan penunjukan Agrawal sebagai chief technology officer setelah kepergian Adam Massinger. 

Pada Desember 2019, CEO Twitter Jack Dorsey mengumumkan bahwa Agrawal akan bertanggung jawab atas Project Bluesky, sebuah inisiatif untuk mengembangkan protokol jaringan sosial terdesentralisasi.

Agrawal, yang telah bekerja di perusahaan selama 10 tahun – terakhir sebagai chief technology officer – telah muncul dari balik layar untuk mengambil alih salah satu pekerjaan dengan profil tertinggi dan politik yang bergejolak di Silicon Valley. Tapi siapa dia, dan apa yang bisa kita harapkan dari Twitter di bawah kepemimpinannya?

Seorang imigran berusia 37 tahun dari India, Agrawal berasal dari luar jajaran CEO selebritas, termasuk pria yang ia gantikan serta Mark Zuckerberg dari Facebook dan Elon Musk dari Tesla. Tetapi kurangnya pengenalan nama, ditambah dengan latar belakang teknis yang kuat, tampaknya menjadi apa yang dicari oleh beberapa pendukung terbesar Twitter di bab berikutnya perusahaan.

Agrawal adalah "pilihan 'aman' yang harus dipandang baik oleh investor", tulis analis CFRA Research Angelo Zino, yang mencatat bahwa pemegang saham Twitter Elliott Management telah menekan Dorsey untuk mundur.

Itu berarti kita dapat mengharapkan lebih banyak hal yang sama di bawahnya dalam hal kebijakan dan arah perusahaan, kata para ahli – termasuk rencana untuk melanjutkan strategi baru-baru ini Twitter untuk menggandakan pendapatan tahunannya pada tahun 2023 dan fokus pada ambisi jangka panjangnya untuk membangun kembali bagaimana perusahaan media sosial beroperasi.

“Kami baru-baru ini memperbarui strategi kami untuk mencapai tujuan yang ambisius, dan saya percaya strategi itu harus berani dan benar,” kata Agrawal dalam email kepada karyawan. “Tetapi tantangan kritis kami adalah bagaimana kami bekerja untuk melawannya dan memberikan hasil.”

Perusahaan saat ini menghadapi sejumlah tantangan, termasuk pertumbuhan lambat dalam basis penggunanya karena pesaing seperti TikTok dan Instagram memikat demografi yang lebih muda, serta terus berjuang dengan informasi yang salah dan ujaran kebencian.

Agrawal sebagian besar diharapkan untuk melanjutkan di mana Dorsey tinggalkan, terus berjuang untuk pengguna yang terpikat oleh pesaing seperti TikTok dan Instagram, kata Jill Wilson, kepala pemasaran Esquire Digital.

“Agrawal memiliki pekerjaannya yang cocok untuknya dalam hal menjaga Twitter tetap relevan dan membuat pengguna sehari-hari bergabung, dan memonetisasi platform secara umum,” katanya.

Dorsey, yang ikut mendirikan Twitter pada tahun 2006, mengarahkan perusahaan melalui peretasan profil tinggi dan pelarangan kontroversial Donald Trump, yang menguji batas-batas penegakan platform terhadap ujaran kebencian dan informasi yang salah.

Masalah-masalah itu terus berlanjut setelah kepresidenan Trump, dan Agrawal mengambil peran di tengah badai kebijakan moderasi tentang ujaran kebencian dan informasi yang salah, yang dikritik Dorsey dalam beberapa tahun terakhir.

“CEO baru perlu mencari cara untuk menghentikan platformnya menjadi mesin yang secara rutin dan terus-menerus dibajak untuk mendistorsi agenda berita, menghasilkan popularitas dan pengaruh palsu, dan memberikan lensa yang menyesatkan pada dunia,” kata Imran Ahmed, CEO Pusat Melawan Kebencian Digital.

Dorsey secara bersamaan menjabat sebagai CEO platform media sosial dan sebagai CEO perusahaan pemrosesan pembayarannya Square, tetapi sekarang akan fokus terutama pada Square serta kegiatan lain seperti filantropi, lapor Reuters.

Dalam sebuah email kepada karyawan pada hari Senin, Dorsey mengatakan dia memilih untuk mundur karena kekuatan kepemimpinan Agrawal, penunjukan chief operating officer Salesforce, Bret Taylor, sebagai ketua dewan yang baru dan kepercayaannya pada "ambisi dan potensi” karyawan Twitter.

"Saya sangat sedih ... namun sangat bahagia," tulisnya. “Tidak banyak perusahaan yang mencapai level ini,” menambahkan bahwa langkahnya untuk mundur “adalah keputusan saya dan saya memilikinya”.

Selama setahun terakhir, Twitter telah berjuang untuk mengakhiri kritik selama bertahun-tahun bahwa mereka lambat memperkenalkan fitur-fitur baru untuk 211 juta pengguna hariannya dan kalah dari saingan media sosial.

Di bawah kepemimpinan Dorsey, Twitter mengakuisisi layanan buletin email Revue dan meluncurkan Spaces, sebuah fitur yang memungkinkan pengguna menyelenggarakan atau mendengarkan percakapan audio langsung.

Namun, saham di perusahaan tersebut telah merosot dalam beberapa bulan terakhir, menambah tekanan pada Dorsey untuk mengakhiri pengaturannya yang tidak biasa sebagai CEO dari dua perusahaan.

Agrawal telah memiliki pengenalan yang cepat tentang kehidupan sebagai CEO dari platform sentral untuk pidato politik.

Menyusul pengumuman pada hari Senin, kaum konservatif dengan cepat menemukan tweet yang dia kirim pada tahun 2010 yang berbunyi: “Jika mereka tidak akan membuat perbedaan antara Muslim dan ekstremis, lalu mengapa saya harus membedakan antara orang kulit putih dan rasis.”

Seperti yang ditunjukkan oleh beberapa pengguna Twitter, tweet berusia 11 tahun itu mengutip sebuah segmen di The Daily Show, yang merujuk pada pemecatan Juan Williams, yang berkomentar tentang kegelisahan Muslim di pesawat.


Sumber :

https://en.wikipedia.org/wiki/Parag_Agrawal

https://www.theguardian.com/technology/2021/nov/29/who-is-parag-agrawal-new-twitter-ceo

Monday, November 15, 2021

CEO vs President vs Managing Director

By Barbara Bean-Mellinger

Updated March 01, 2019

Orang sering bingung tentang perbedaan antara CEO dan presiden perusahaan. Tambahkan direktur pelaksana dan kebingungan akan berlipat ganda. Dalam bisnis kecil khususnya, banyak pemilik mengambil peran ganda karena mereka pada akhirnya bertanggung jawab atas kesuksesan perusahaan. Tetapi jika Anda seorang pemilik yang mempertimbangkan judul mana yang akan diambil, ada perbedaan mencolok antara fungsi pekerjaan dari peran tersebut.


CEO: Bos Besar

Chief executive officer (CEO) adalah Top Dog, Head Honcho, Nomor Satu dalam komando. Tidak ada yang lebih tinggi di perusahaan daripada CEO. Sebagai orang yang berada di atas, CEO menetapkan visi dan misi perusahaan. Dialah yang memiliki rencana strategis besar yang melihat jauh ke masa depan.

Dalam bisnis kecil, CEO mungkin juga pemiliknya. Jika demikian, CEO tahu lebih baik daripada siapa pun mengapa perusahaan didirikan, alasan besarnya dan apa tujuan strategis untuk jangka panjang. CEO menginformasikan dan berunding dengan dewan direksi, jika perusahaan memilikinya. Tetapi tidak seperti organisasi nirlaba, di mana CEO dipekerjakan dan bertanggung jawab kepada dewan, CEO bisnis kecil lebih cenderung menggunakan dewan direksi sebagai penasihat, masing-masing dengan keahlian yang berbeda. Terkadang CEO juga merupakan ketua dewan direksi.


Presiden: Kedua dalam Komando

Ketika sebuah bisnis memiliki CEO dan presiden, presiden selalu berada di urutan kedua dalam rantai kepemimpinan. CEO biasanya memilih presiden atau, jika orang lain bertanggung jawab untuk memilih kandidat, CEO mewawancarai mereka dan memiliki keputusan akhir tentang siapa yang mendapatkan pekerjaan itu. CEO dan presiden akan bekerja sama dengan erat, sehingga mereka harus memiliki hubungan kerja yang baik dan saling menghormati kemampuan satu sama lain.

Presiden mengawasi fungsi bisnis sehari-hari. Dia memahami visi dan misi perusahaan seperti yang didefinisikan oleh CEO, dan adalah tugasnya untuk menentukan bagaimana ini akan dicapai. Dia biasanya menetapkan tujuan sementara untuk bertemu pada interval tertentu, dan menyampaikan tujuan ini kepada wakil presiden atau manajer yang ditugaskan untuk merencanakan bagaimana mereka akan mengarahkan staf mereka untuk memenuhi tujuan ini di area mereka.


Satu atau Dua Judul?

Satu judul gabungan. Banyak pemilik usaha kecil merasa bahwa memiliki CEO dan presiden akan menjadi terlalu banyak bos di puncak untuk ukuran perusahaan mereka. Sebaliknya, mereka memiliki satu orang yang menjabat sebagai CEO dan presiden perusahaan. Jika pemilik terlibat langsung dengan bisnis, kemungkinan besar dia akan mengambil peran utama ini.

Gelar resmi orang ini adalah, "Sandra Smith, Presiden dan CEO." Judul pekerjaan mana pun dapat dicantumkan terlebih dahulu. Intinya adalah untuk memperjelas bahwa Smith mengisi kedua peran tersebut. Ini berarti dia menetapkan visi dan misi, plus menangani operasi perusahaan sehari-hari.

Dua pemilik, dua gelar. Jika bisnis dimiliki oleh lebih dari satu orang, judul menjadi lebih rumit. Orang yang memiliki saham perusahaan paling banyak, atau yang menginvestasikan uang paling banyak di perusahaan, bisa jadi CEO. Atau pemilik bersama mungkin memutuskan bahwa yang satu lebih merupakan pemikir jangka panjang sementara yang lain lebih baik bekerja dengan orang-orang secara langsung, sehingga yang pertama menjadi CEO dan yang terakhir adalah presiden.

CEO saja. Beberapa pemilik merasa bahwa "Presiden dan CEO" terdengar agak terlalu sombong untuk perusahaan kecil mereka dan ingin memilih satu gelar atau yang lain, tetapi tidak keduanya. Dalam hal ini, CEO adalah pilihan yang tepat. Jika Anda memilih presiden sebagai gantinya, orang lain di luar perusahaan mungkin bertanya-tanya, lalu, siapa CEO-nya – orang yang akan memberikan persetujuan akhir atas kesepakatan apa pun.


Apa itu Direktur Pelaksana?

Gelar direktur pelaksana terkadang digunakan sebagai pengganti gelar CEO. Ini terutama merupakan gelar Inggris yang digunakan sebagai pengganti CEO, dan salah satu yang akan membingungkan di AS Kata "mengelola" terdengar langsung, seolah-olah orang dengan gelar ini akan menangani operasi sehari-hari. Karena itu bukan peran CEO A.S., gelar direktur pelaksana kemungkinan akan disalahpahami.


People are often confused about the differences between the CEO and the president of a company. Add in the title of managing director and the confusion multiplies. In small businesses in particular, many owners assume multiple roles since they're ultimately responsible for the company's success anyway. But if you're an owner considering which title to take, there are distinct differences between the job functions of the roles.


CEO: The Big Boss

The chief executive officer (CEO) is the Top Dog, the Head Honcho, the Number One in command. No one is higher up in the company than the CEO. As the one at the top, the CEO sets the vision and mission for the company. He's the one with the big, strategic plan who sees far into the future.

In a small business, the CEO is probably the owner, too. If so, the CEO knows better than anyone why the company was founded, its big reason for being and what the strategic goals are for the long term. The CEO informs and confers with the board of directors, if the company has one. But unlike nonprofit organizations, where the CEO is hired by and answers to the board, the CEO of a small business is more likely to use the board of directors as advisers, each with a different expertise. Sometimes the CEO is also chairman of the board of directors.


President: Second in Command

When a business has both a CEO and a president, the president is always second in the chain of leadership. The CEO usually chooses the president or, if someone else is responsible for culling candidates, the CEO interviews them and has the final say in who gets the job. The CEO and president will work closely together, so they must have a good working relationship and respect each other's abilities.

The president oversees day-to-day business functions. He understands the company's vision and mission as defined by the CEO, and it's his job to determine how these will be accomplished. He typically sets interim goals to meet at specific intervals, and relays these goals to the vice presidents or managers who are tasked with planning how they will direct their staff to meet these goals in their areas.


One Title or Two?

One combined title. Many small business owners feel that having both a CEO and a president would be too many bosses at the top for the size of their company. Instead, they have one person who serves as both the CEO and the president of the company. If the owner is directly involved with the business, he would likely take this top role.

This person's official title would be, "Sandra Smith, President and CEO." Either job title can be listed first. The point is to make clear that Smith fills both roles. This means she sets the vision and mission, plus handles the day-to-day operations of the company.

Two owners, two titles. If the business is owned by more than one person, the titles become more complicated. The one who has the most company shares, or who invested the most money in the company, could be the CEO. Or the co-owners might decide that one is more of a long-range thinker while the other is better working with people hands-on, so the former becomes the CEO and the latter is the president.

CEO only. Some owners feel that "President and CEO" sounds a bit too pompous for their small company and want to choose one title or the other, but not both. In that case, CEO is the appropriate choice. If you choose president instead, others outside the company may wonder, then, who the CEO is – the person who will give final approval on any deals.


What is a Managing Director?

The title of managing director is sometimes used instead of the CEO title. This is primarily a British title used in lieu of CEO, however, and one that would be confusing in the U.S. The word "managing" sounds hands-on, as if the one with this title would be handling day-to-day operations. Since that's not the role of a U.S. CEO, the title of managing director would likely be misunderstood.


Source :

https://smallbusiness.chron.com/difference-between-ceo-president-managing-director-37047.html

Kisah Nadiem & Tukang Ojek

Kisah Nadiem & Tukang Ojek: Dulu Disayang, Kini... Nadiem Anwar Makarim adalah satu dari sedikit orang Indonesia yang punya keistimewaan...